Ambon Musik
Showcase semalam berlangsung di Pattimura Park, Ambon. Sejumlah bintang tamu
mempresentasikan musiknya sebelum akhirnya Loleba Project meluncurkan video
clip Ole Sio (Donci Voor Mama). Penonton puas melihat suguhan musik
bagus oleh para muda Ambon. Sensasi orang muda Ambon bisa dilihat dari
emosi dan sejarah yang ditabuh lewat konser kecil tapi megah.
Sebenarnya, Ambon Musik
Showcase hanya ditujukan untuk peluncuran video clip kedua Loleba
Project. Namun Manager Loleba Project Marvin Laurens melibatkan para
musisi lain dari Ikan Asar, Cidade de Amboino, D’Embalz dan David
Rampisela.
Kelompok musisi Rosemotion yang
gagal mengikuti Ambon Jazz Plus Festival karena diundur, juga akhirnya terlibat
di ajang ini. Malam minggu di Pattimura Park tak ubahnya sebuah festival
musik kreatif. Suasana makin meriah sebab di panggung ada Florensia dan
Cada Lawamena yang memandu mata acara dengan gaya kocak.
Kelompok musik rock Ikan Asar
Band menjadi pembuka Ambon Musik Showcase. Penonton dibuat bergoyang
dengan lagu Soul Sister (The SIGIT), lantas medley Fake Tales of San
Fransisco-Certain romance (Arctic Monkeys). Mereka juga membawakan lagu
garapan sendiri nan sinis Ambon Manise yang membuat penonton ikut bernyanyi.
Willy Pattinama (gitar/vocal), Christianto Pattinama (bass/vocal) dan Marvin
Laurens (drum) tampil prima. Ikan Asar sukses membakar malam.
Kelompok hiphop Cidade de
Amboino (CDA) melanjutkan pesta musik ini. Norman Angwarmase dan enam
rekannya mampu menjaga suasana yang sudah dibangun Ikan Asar. Pada lagu
pertama, Norman dan Rhyo Diaz tampil bagus dengan lagu Cerita yang Salah.
Lantas pada lagu kedua, Nona Balagu, CDA featuring Janter dan Carlos (Sakumpul
Hiphop) dari komunitas Tahuri. Para rapper ini bikin hidup suasana dengan
hiphop ala Ambon yang cakadidi.
Setelah rock dan hiphop, Cada
Lawamena kemudian menghadirkan band reggae paling eksis di Maluku
D’Embalz. Duet vokalis Dalenz Utra dan Nugie Wattimury menggebrak dengan
lagu-lagu bertema Save Aru. Dalenz memanfaatkan panggung ini untuk
berkampanye meminta dukungan penonton memalingkan wajah ke Aru yang sedang
terancam.
Suasana “musik perlawanan” oleh
D’Embalz, cepat beralih ke romantic melalui David Rampisela yang terbiasa dalam
irama R & B. David melantunkan dua lagu sambil memainkan gitar. Vokal
David yang seksi Ditopang Marvil Lewaherilla (bass), Miken Leinussa (drum) dan
Christian Patty (keyboard) mampu membuat penonton menjerit senang.
Seorang vokalis pria dan tiga
nona Belanda dari kelompok musik Rosemotion menyuguhkan suasana jazz nan
segar. Sharon Parinussa menyedot perhatian penonton dengan lagu Dari Jauh
Melihat Kampung yang dilengking secara emosional. Tamara de
Kraker, Eva van Leeuwen dan Dicky Wattimena mengimbanginya, juga penuh
emosi. Maklum saja, inilah pertama kali mereka bernyanyi di Ambon.
LOLEBA PROJECT
Bintang utama Ambon Musik
Showcase adalah Loleba Project, sebuah kolaborasi talenta musik yang tangguh
dan progresif. Figgy Papilaya berdiri di posisi keyboard, Celo Quezon
menabuh drum, Carlo Labobar memetik gitar, Delon Imlabla bermain bass,
Roy Matahelumual meniup saxofon, dan masih ada Rony Alfons meniup flute.
Loleba Project mengandalkan
vokalis Siera Latupeirissa dan Grace Huwae, serta penyanyi rap Hayaka Nendissa.
Karakter Siera dan Grace sebenarnya berlatar penyanyi solo, namun dalam
komposisi duet, keduanya begitu kompak dan harmoni.
Lagu Panggayo yang energik
menjadi pembuka penampilan Loleba Project. Mereka tampil dengan kekuatan
lengkap. Sensasi Loleba Project dimulai dari sini. Begitu selesai
Panggayo, seluruh personil turun dari panggung kecuali Figgy tetap
bertahan. Ia memainkan keyboard tunggal dengan alunan romantic. Grace
naik ke panggung mengalirkan Amboina Bay (Bing Leiwakabessy/Lopulalan).
Figgy terus mendentingkan keyboard ketika Grace turun dan Siera naik mengangkat
Maluku Tanah Pusaka.
Loleba Project lantas
meluncurkan video clip Ole Sio (Donci Voor Mama). Seluruh personil
berbaur dengan penonton menyaksikan video clip yang dikerjakan Gracio Imanuel,
Willy Pattinama dan Almascatie. Tim inilah yang juga
mengerjakan video clip pertama, Nusaniwe. Penonton memberi aplaus usai
menyaksikan Ole Sio (Donci Voor Mama).
Loleba Project kembali ke
pentas melantunkan Sioh Mama gubahan Melky Goslaw dengan aransemen Figgy.
Penonton terpaku di tempat ketika Loleba Project mempresentasikan Ole Sio
(Donci Voor Mama) dan Nusaniwe. Penonton nyaris hening tanpa tepukan
tangan ketika dua lagu ini tuntas. Mereka baru sadar bahwa konser musik
sudah selesai.
Walikota Ambon Richard
Louhenapessy memuji prakarsa Figgy Papilaya dan Loleba Project. Ia bahkan
berterima kasih atas karya musik bermutu yang ditampilkan Loleba Project.
Saking bangga, ketika memberi kesannya, Louhenapessy memperkenalkan Figgy
kepada penonton sebagai sosok musisi hebat dalam lingkaran Erwin Gutawa yang
karyanya dipresentasikan dalam pertemuan APEC di Bali. Louhenapessy berharap,
Loleba Project terus berkarya mendukung Ambon sebagai kota musik.
Victor Joseph, jurnalis dan
juga musisi dari Band Suara Maluku di Belanda memberi apresiasi tinggi kepada
seluruh seniman yang tampil di Ambon Musik Showcase. Azis Tunny, juga jurnalis
yang menyaksikan show musik ini mengajak para musisi muda di Ambon untuk
melahirkan karya musik bermutu seperti yang ditampilkan Loleba Project dan
seluruh performer semalam.
Ambon memang kota musik.
Namun karya musik Maluku yang bermutu semakin langka. Publik Ambon memang
masih bisa menyaksikan karya-karya Rence Alfons dengan Molukka Bamboowind
Orchestra, Amadeus Choir, atau komposisi musik gereja etnik Maluku yang
dihasilkan Christ Tamaela. Lagu-lagu daerah dengan estetika Maluku
semakin sulit. Georgie Leiwakabessy dua tahun lalu mencoba mengisi
kekosongan itu dengan meluncurkan Kembalikan Negeriku.
Dalam catatan Maluku Online,
karya musik Maluku yang bagus, terakhir kali diproduksi tahun 1983 melalui
album Jopie Latul Ambon Jazz Rock yang melambungkan Enggo Lari, dan setumpuk
lagu Ambon yang apik secara musikal. Pada era 1990-an dan terutama
setelah abad baru ini, musik Ambon didominasi lagu “kasiang-kasiang” yang tidak
memiliki beat Maluku.
Loleba Project hadir di tengah
kekeringan panjang karya musik bagus. Setidaknya, ini adalah sebuah
tonggak sejarah penting. Musik Maluku sedang bergerak menemukan
jatidiri. Semoga saja konser di bawah monumen Pattimura ini melahirkan
semakin banyak Pattimura Muda di jalur musik.
(malukuonline/rudifofid@gmail.com)
0 komentar:
Posting Komentar